Jumat, 27 Mei 2016

Tuberkulosis

Wali Kota Lepas 100 Relawan TB

Senin, 4 April 2016 14:44


Wali Kota Lepas 100 Relawan TB
Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa aduddin Djamal berbicara dengan seorang warga yang telah sembuh dari penyakit TBC, Minggu (3/4). SERAMBI/MISRAN ASRI

BANDA ACEH - Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal SE, melepas 100 relawan yang akan mensosialisasikan tentang bahaya penyakit tuberkulosis (TB) yang dulunya dikenal dengan TBC, dalam program ‘ketuk pintu’ menuju Banda Aceh bebas TB, di halaman Kantor Camat Luengbata, Minggu (3/4).
“Obatnya sudah ditemukan, tapi tingkat kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri ke dokter masih rendah. Karena itu, hadirnya 100 relawan TB dari Dompet Dhuafa ini, diharapkan dapat dan mengadvokasi sekaligus menyosialisasikan ke masyarakat Luengbata khusunya, tentang bahaya penyakit TB,” kata Illiza.
Ia menjelaskan, untuk tingkat Kota Banda Aceh sendiri sudah ditemukan sebanyak 263 warga yang positif TB. Belum lagi, masyarakat yang masih enggan memeriksakannya ke dokter. “Lebih cepat diketahui seseorang itu memiliki penyakit TB, lebih baik, sehingga bisa ditangani dengan cepat untuk proses kesembuhannya,” pungkas Illiza.
Direktur Kesehatan Dompet Dhuafa Aceh, dr Muhammad Ilham mengatakan, 100 relawan di bawah koordinir Dompet Dhuafa itu, berasal dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unmuha, dan Fakultas Keperawatan Unsyiah.
Menurutnya Indonesia berada di peringkat kedua TB tertinggi di dunia. Penularannya, ujarnya, sangat cepat dan sangat berbahaya yang bisa berdampak kematian, karena kuman TB dapat menyerang paru-paru, dan menyerang organ bagian tubuh lainnya, seperti tulang, kelenjar, kulit dan lain sebagainya.
Camat Luengbata, Iqbal Rokan SSTP mengatakan, dari 10 provinsi di Indonesia yang melaksanakan program ‘ketuk pintu’ ini di Provinsi Aceh dilaksanakan di Kantor Kecamatan Luengbata, Banda Aceh. “Dari segi prevalensi atau jumlah keseluruhan kasus penyakit TB, Luengbata berada di urutan lima dari sembilan kecamatan di Kota Banda Aceh. Jadi, tugas 100 relawan itu membantu sosialisasi, bukan mencari penderita,” demikian Iqbal Rokan.(mir)
Editor: bakri



Penyakit Kaki Gajah

24 Warga Tamiang Derita Kaki Gajah

Kamis, 26 Mei 2016 11:22


* Tersebar di Tujuh Kecamatan
KUALASIMPANG - Sebanyak 24 warga Aceh Tamiang terjangkit penyakit gajah yang tersebar di tujuh kecamatan dalam kabupaten tersebut. Kasus ini terungkap melalui program eliminasi penyakit menular yang dilakukan Dinkes Aceh Tamiang saat ini. Penanganan kasus ini pun sudah dilakukan sejak para penderitanya didata.
Sekretaris Dinas Kesehatan Aceh Tamiang, Said Hanafiah MKes, Rabu (25/5) mengatakan, ke-24 kasus itu ditemukan dalam waktu yang berbeda sejak tahun 2015. “Kepada warga yang terjangkit, kami langsung memberikan obat secara gratis dan pemberian obat pencegahan massal terhadap warga sekitarnya,” ujarnya.
Untuk kebutuhan pencegahan massal ini, penderita kaki gajah bisa mendapatkan layanan kesehatan secara khusus, dengan obat yang bisa didapat gratis, karena penyembuhan dan antisipasi penyakit ini didukung penuh oleh Kementerian Kesehatan RI.
Menurutnya, penyakit kaki gajah adalah salah satu penyakit menular yang menyebar di daerah tropis seperti Indonesia termasuk Aceh. Namun selama ini sedikit terabaikan.
Belajar dari pengalaman itu, pemerintahan saat ini mulai memprioritaskan percepatan penanggulangan penyakit ini sebelum adanya warga lain yang tertular.
Untuk mencegah penyebarannya di setiap gampong, pemerintah melalui dinas kesehatan setempat, juga melakukan advokasi dan sosialisasi eliminasi penyakit filariasis ini, serta berupaya membentuk kader di tiap gampong yang memantau ada atau tidaknya penyebaran penyakit kaki gajah di kawasan sekitarnya.
Dalam sosialisasi yang dilakukan Dinkes Tamiang kemarin, 60 peserta diberi pemahaman dasar tentang penyakit ini, oleh narasumber Kabid P2P Dinkes Provinsi Aceh, dr Ajie Mulia Avisena.
“Diharapkan dari program ini, lahir kader kesehatan yang tersebar di seluruh pelosok kabupaten yang memberikan penyuluhan dan pencegahan penyebaran penyakit kaki gajah di Tamiang.(md)

Senin, 07 Maret 2016

Jaminan Kesehatan

Gelontorkan Rp. 500 Milyar, Gubernur Aceh Khawatirkan Fraud di BPJS
Reportase Kontributor The Globe Journal
Kamis, 31 Desember 2015 07:28 WIB
Pemerintah Aceh melanjutkan Program Jaminan Kesehatan Rakyat Aceh (JKRA) tahun 2016. Keberlanjutan tersebut ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Aceh dengan Badan Penyelenggara Jaminan  (BPJS) Kesehatan oleh Gubernur Aceh, dr. H. Zaini Abdullah dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof. Dr. dr Fahmi Idris, M.Kes di Ball Room BPJS Kesehatan, Jakarta.
Pada kesempatan tersebut Gubernur Zaini Abdullah mengatakan, kerjasama Pemerintah Aceh dengan BPJS Kesehatan dilanjutkan demi kesinambungan pelayanan kesehatan kepada seluruh rakyat Aceh, tanpa diskriminasi. 
Gubernur yang akrab disapa Doto Zaini itu meminta kepada BPJS Kesehatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, memperluas akses kepada seluruh masyarakat, dan meningkatkan pengawasan di lapangan. 
Pengawasan, menurut Doto Zaini, sangat penting dan mendesak dilakukan agar efisiensi dan efektifitas. Pemerintah Aceh mengalokasikan anggaran untuk JKRA mencapai Rp 0,5 triliun pada tahun 2016 bagi kepentingan masyarakat, bukan kesempatan memperkaya diri atau orang lain melalui tindakan fraud yang dipraktikkan di sarana-sarana pelayanan kesehatan.
“Saya sangat kecewa mendengar adanya tindakan fraud yang dilakukan oleh oknum-oknum tenaga medis di sarana pelayanan kesehatan. Saya minta BPJS Kesehatan lebih ketat mengawasi dan sama-sama mencegah tindakan tercela tersebut,” tukas Gubernur Aceh serius, Selasa (29/12) lalu.
Menurut Gubernur Zaini, rendahnya mutu pelayanan dan bahkan tindakan-tindakan penyelewengan dalam pelayanan mudah dicegah bila melibatkan secara aktif sector terkait, sehingga penyelenggaraan JKRA benar-benar efisien, efektif,dan akuntabel.
“BPJS Kesehatan saya minta menjalin komunikasi secara intens dengan kami dan pihak-pihak lain yang berkompeten untuk peningkatan mutu pelayanan dan pengawasan penyelenggaraan JKRA,” katanya lagi.
Terkait dengan peningkatan akses pelayanan JKRA bagi seluruh rakyat Aceh, Gubernur Zaini meminta BPJS Kesehatan untuk mempermudah masyarakat mendapatkan Kartu BPJS-JKRA maunpun BPJS-JKN di Aceh. Kepala desa dan camat yang terkait dengan kepesertaan didorong untuk bekerja lebih proaktif, cepat, dan efektif.
“Saya tidak mau mendengar ada masyarakat Aceh gagal berobat ke Puskesmas atau rumah sakit gara-gara prosedur administrative kepersertaannya yang lamban dan berliku-liku,” tegas Gubenur Zaini lagi.
Meski prosedurnya harus dilewati, kata Gubernur, prosedur tersebut harus disosialisasikan dengan efektif kepada masyarakat. Program integrasi JKRA – JKN oleh BPJS Kesehatan juga harus disosialisasikan dengan baik. Rekonsialiasi data kepesertaan harus menjadi komitmen bersama dan dijalankan sesuai kesepakatan dengan Pemerintah Aceh,” pinta Gubernur Zaini.

Aceh Pelopor Universal Health Coverage
Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof. dr. Fahmi Idris, M.Kes menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Pemerintah Aceh yang telah mempelopor ilahirnya system pelayanan kesehatan semesta atau universal health coverage (UHC) di Indonesia. Menurut Fahmi, target UHC Nasional baru akan dicapai pada tahun 2017, tapi Aceh sudah UHC tahun 2015.
“Penduduk Aceh sudah 97% menjadi peserta BPJS Kesehatan dan bandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia yang baru sekitar 95%,” beber Fahmi Idris yang disambut tepuk tangan seluruh jajaran-jajaran Direksi BPJS Kesehatan dan pejabat-pejabat Aceh yang hadir.
Fahmi Idris berjanji akan mengajak seluruh jajaran BPJS Kesehatan dari Pusat hingga unit paling depan di daerah agar bekerja lebih keras memenuhi harapan-harapan Pemerintah Aceh.
Pengawasan untuk mencegah terjadinya fraud akan lebih diperketat, melancarkan proses kepesertaan agar semua penduduk Aceh memperoleh Kartu BPJS Kesehatan, dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan JKRA maupun Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Aceh.
Pada saat penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Pemerintah Aceh dengan BPJS Kesehatan tentang penyelenggaraan JKRA tahun 2016, Gubernur Aceh Zaini Abdullah di damping sejumlah pejabat eselon II di jajaran Setda Aceh seperti, Asisten I Muzakar A Gani, Asisten III T Syahrul, Kepala Dinas Keuangan Aceh, Kepala Dinas Kesehatan Aceh, Kepala BAPPEDA Aceh, Direktur RSUZA, Kepala Biro Hukum dan Koordinator JKRA Dinkes Aceh.
Sementara Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fahmi Idris menghadirkan seluruh jajaran direksi di BPJS Pusat, Kepada Devisi Regional I Sumatera Utara dr Ferry Aulia, dan Kepala BPJS Kesehatan Aceh Rita Masyita Ridwan.

Jaminan Kesehatan

Aceh Pelopor Jaminan Kesehatan Universal

Kamis, 26 Desember 2013 09:39

KERJA sama yang dilakukan Pemerintah Aceh dengan PT Askes menanggung sisa penduduknya sekitar 1,2 - 2 juta orang yang belum mendapat jaminan asuransi kesehatan dari negara. Aceh dinilai sebagai pelopor pertama penanggung jaminan kesehatan penduduk secara universal di Indonesia. “ Daerah lain seperti DKI Jakarta, memang punya program seperti yang dilaksanakan Pemerintah Aceh, tapi tidak menanggung sisa seluruh penduduknya yang belum masuk dalam tanggungan negara elalui program jaminan kesehatan nasional (JKN). Tapi Aceh, semua penduduknya yang belum masuk dalam peserta JKN, dimasukkannya dalam JKRA yang terintegrasi dengan JKN,” kata Menko Kesra, Agung Laksono pada acara Penandatanganan Perjanjian kerja sama Jaminana Kesehatan Aceh bagi Penduduk Aceh antara Pemerintah Aceh dengan PT Askes (persero), di restauran Pendopo Gubernur Aceh, Jumat (20/12).
Kebijakan yang diambil Gubernur  Aceh dr Zaini Abdullah, kata Agung Laksono, patut diberikan apresiasi dan acungan jempol. Pemerintah pusat sendiri, berdasarkan UU Nomor 40 tahun 2004, baru akan meng-cover seluluruh penduduk Indonesia masuk dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada tahun 2019 mendatang. “Inilah yang kami sebut Aceh sebagai pelopor jaminan kesehatan universal nasional,” ujarnya.
Agung mengungkapkan, dalamsejarah perjuangan bangsa, Aceh kita ketahui salah satu daerah modal. Banyak sumbangannya untuk Republik Indonesia ini, antara lain dengan menghibahkan dua unit pesawat terbangnya yang diberi nama Seulawah I dan II, untuk  kepentingan perjuangan kemerdekan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Di era reformasi ini, pada saat negara memulai program Sistem Jaminan Sosial Nasional untuk lima bidang, di antaranya untuk jaminan kesehatan bagi warganya, negara baru mampumenanggung 2,1 juta jiwa penduduk Aceh melalui kepesertaan Jamkesmasnya, ditambah peserta Askes, Asabri TNI/Polri, asuransi kesehatan karyawan BUMN dan perusahaan swasta sekitar 500.000 jiwa orang. Totalnya sekitar 2,6 juta jiwa.
Sementara jumlah penduduknya saat ini sekitar 4,6 juta jiwa. Ini artinya, masih ada sekitar  juta jiwa lagi penduduk yang belum bisa dijamin asuransi kesehatannya oleh negara. Pemerintah Aceh menanggung sisa penduduknya yang belum ditanggung negara dengan mengalokasikan anggaran APBA 2014 sebesar Rp 406 miliar. “Ini luar biasa, dan pemerintah pusat patut mengucapkanterima kasih kepada Pemerintah Aceh,” ujar Agung Laksono. (*)
Editor: bakri


Aceh Pelopor Jaminan Kesehatan Universal
GUBERNUR Aceh Zaini Abdullah sedang menandatangani MoU dengan PT ASKES dalam rangka pelaksanaan JKRA yang terintegrasi dengan JKN, Jumat (20/12) di Restoran Pendopo. Turut menyaksikan Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe Malik Mahmud Al Haytar, Menko Kesra Agung Laksono, Ketua DPRA Hasbi Abdullah, Kadinkes Aceh dr Taqwallah dan Dirut PT ASKES Fachmi Idris


Sabtu, 27 Februari 2016

Jaminan Kesehatan

JKRA Berlanjut di 2016

Rabu, 30 Desember 2015 15:37

JKRA Berlanjut di 2016
Menteri Kesehatan RI, Dr dr Nila Djuwita Moeloek menyerahkan penghargaan JKN Award Utama kepada Sekda Aceh Drs Dermawan, MM,Selasa (1/9) di Kantor Kementerian Kesehatan RI, Jakarta. Penghargaan itu diberikan atas keberhasilan Pemerintah Aceh menjalankan JKRA. 
* Plot Anggaran Rp 506 M

JAKARTA - Pemerintah Aceh melanjutkan Program Jaminan Kesehatan Rakyat Aceh (JKRA) tahun 2016. Keberlanjutan tersebut ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara Pemerintah Aceh dengan Badan Penyelenggara Jaminan (BPJS) Kesehatan. di Ball Room BPJS Kesehatan, Jakarta, Selasa (29/12). Untuk 2016, Pemerintah Aceh memplotkan danaJKRA hingga Rp 506 miliar. Penandatanganan kesepakatan itu dilakukan Gubernur Aceh dr Zaini Abdullah dan Direktur UtamaBPJS Kesehatan Prof  Dr dr FahmiIdris, M.Kes.  

Pada kesempatan tersebut, Gubernur Zaini Abdullah mengatakan, kerja sama Pemerintah Aceh dengan BPJSKesehatan dilanjutkan demi kesinambungan pelayanankesehatan kepada seluruh rakyat Aceh tanpa diskriminasi. Doto Zaini meminta BPJS Kesehatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, memperluas akses kepada seluruh masyarakat, dan meningkatkan pengawasan di lapangan.  

Pengawasan, menurut Doto Zaini, sangat penting dan mendesak dilakukan agar efisien dan efektif. Dia berharap anggaran yang dialokasikan lebih dari setengah triliun rupiah itu benar-benar dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat, bukan  malah membuka kesempatan untuk memperkaya diri atau orang lain melalui tindakan fraud yang dipraktikkan di sarana-sarana pelayanankesehatan

“Saya sangat kecewa mendengar adanya penyimpangan yang dilakukan oleh oknum-oknum tenaga medis di sarana pelayanankesehatan. Saya minta BPJS Kesehatan lebih ketat mengawasi dan sama-sama mencegah tindakan tercela tersebut,” tukas Gubernur Aceh. Dikatakan, rendahnya mutu pelayanan dan bahkan tindakan-tindakan penyelewengan dalam pelayanan mudah dicegah bila melibatkan secara aktif sektor terkait, sehingga penyelenggaraan JKRA benar-benar efisien, efektif, dan akuntabel.

“BPJS Kesehatan saya minta menjalin komunikasi secara intens dengan kami dan pihak-pihak lain yang berkompeten untuk peningkatan mutu pelayanan dan pengawasan penyelenggaraanJKRA,” katanya lagi. 

Terkait dengan peningkatanan pelayanan JKRA bagi seluruh rakyat Aceh, Gubernur Zaini meminta BPJS Kesehatan untuk mempermudah masyarakat mendapatkan Kartu BPJS-JKRA maupun BPJS-JKN di Aceh.Kepala desa dan camat yang terkait dengan kepesertaan didoronguntuk bekerja lebih proaktif, cepat, dan efektif. 

“Saya tidak mau mendengar ada masyarakat Aceh gagal berobat ke Puskesmas atau rumah sakit gara-gara prosedur administratif  kepersertaannya yang  lamban dan berliku-liku,” tegas Gubernur Zaini lagi.  Meski prosedurnya harus dilewati, kata gubernur, prosedur tersebut harus disosialisasikan dengan efektif kepada masyarakat.

Sementara itu,   Fahmi Idris  menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada Pemerintah Aceh yang telah mempelopori lahirnya sistem pelayanan kesehatan semesta  di Indonesia. Saat penandatanganan MoU, Gubernur    didampingi sejumlah pejabat eselon II di jajaran Setda Aceh, antara lain  Asisten I Muzakar A Gani, Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr M. Yani M.Kes. Sementara Fahmi Idris menghadirkan seluruh jajaran direksi diBPJS Pusat, Kepala Divisi Regional I Sumatera Utara dr Ferry Aulia, dan Kepala BPJS Kesehatan Aceh Rita Masyita Ridwan.(sak/rel)

Plot Dana JKRA

2014: Rp 402 M
2015: Rp 471 M
2016:Rp 506 M